Monday, August 14, 2006

Senin 14 Agustus Sore

Mistery.

Aku sebetulnya ingin menghubugi dia lewat telepon kantornya. Tapi masih ragu-ragu nih.
Tiba-tiba Y!M ku keluar ternyata temanku yang PM. Dia ngomporin aku terus soal telepon ke dia. Wah gimana nih antara ragu-ragu dan keinginan untuk tahu lebih banyak soal dia.

Sudah jam empat sore sekarang. Gimana nih.... telepon gak yah? Aku nya sih yang serba takut. Padahal belum tentu kejadiannya seperti yang dibayangkan. Aku takut dia gak ramah dan gak menerima telepon aku. Takut kalau dia bersikap cuek dan judes. Ahh jadi bingung nih.

Sudah jam setengah lima sekarang. Ah what the hell deh. Aku terima saja apa adanya. Kalaupun nanti dia menolak memang kenapa. Dunia belum berakhir. Masih banyak waktu dan masih banyak jalan menuju ke Roma. Apa juga hubungannya dengan Roma.

Oh iya sebelumnya ada temanku juga yang mencoba menghubungi dia dan katanya bisa di hubungi. Terus kamu ngomong apa, tanyaku. Nggak ngomong apa-apa lha wong cuma nyoba doang bisa apa nggak nya telepon ke dia.

Akhirnya dengan segenap keberanian aku telepon kantornya.

Pertama-tama yang keluar adalah bunyi dari voice recorder yang memberitahukan bahwa aku sudah tersambung dengan kantor lantai dua. Kemudian aku di suruh tekan ini dan itu. Yah begitulah pokoknya sampai aku diterima oleh seorang cewek.

"Halo selamat sore". Sapaku
"Iya selamat sore, mau bicara sama siapa?. Yang menjawab operator telepon.
"Bisa bicara dengan Elisa?". Tanyaku
"Ditunggu". Jawabnya

Kemudian suara memori telepon mendengarkan nada tunggu. Kemudian Telepon diangkat.

"Halo selamat sore". Aku mulai bicara.
"Iya selamat sore". Yang menerima suara cowok. Sepertinya sih ini atasannya dia.
"Bisa bicara dengan Elisa?". Tanyaku. Tanpa menjawab sepertinya dia meletakkan gagang telepon dan memanggila Elisa. Kemudian terdengar suara orang yang aku tunggu dari tadi.

"Halo. sore Elisa". Aku memulai pembicaraan
"Sore juga." Jawabnya
"Ini dengan siapa ya...?" dia bertanya.
"Dengan Andi di lantai satu." Jawabku
"Oh iya". Dia menjawab singkat
"Lagi sibuk nggak?". Tanyaku
"Iya nih lagi ngerjain ini". Jawabannya jadi nggak jelas.
"Oh gitu. Aduh maaf ya mengganggu". Aku jadi tidak enak mendengarnya.
"Eh iya nih aku lagi ini dulu. Tapi ada apa ya?". Dia bertanya lagi.
"Enggak ada apa-apa cuma pengen ngobrol doang. Emmm bisa tahu nomor HP kamu nggak?" Aku langsung to the point saja, habis kehilangan fokus sih soalnya kelihatannya dia gak siap menerima telepon dariku entah karena dia telepon bukan dari mejanya atau memang dia sedang tidak mau menerima tetelpon.

"Emmmm entar aja ya, aku lagi ngerjain ini dulu". Jawabnya.
"Oh gak apa-apa kalau gitu. Maaf ya udah ngeganggu".
"Makasih". Aku mengakhiri pembicaraan.
"Iya". Jawabnya dan telepon pun di tutup.

Serasa dunia mau menimpaku. Sesak sekali. Gagal nih usaha pertama. Sejuta pikiran berkecamuk dalam otakku. Badanku gemetar. Antara malu, gemas, marah, dan emosi lainnya campur aduk. Malu bagaimana kalau ketemu dia lagi. Gemas kenapa harus gagal. Marah..... mau marah sama siapa? sama dia? Itu hak dia mau ngasih nomor HP apa nggak. Terserah dong. Iya juga sih. Tapi hatiku masih dongkol nih.

Ah no matter what aku harus ketemu dia di tempat parkir. Aku harus ngomong sama dia. Aku harus menjelaskan sama dia bahwa aku tidak bermaksud apa-apa dengan menelpon dia. Aku akan meminta maaf. Ah sebodo amat kalau dia marah. Akan aku terima apa adanya.

Waktu sudah hampir jam lima sore. Saatnya untuk beraksi. Beraksi???? kayak penjahat saja. Dari dalam ruangan kantor, aku bisa melihat orang yang lalu-lalang di depan lift. Jadi aku bisa melihat apabila dia sudah keluar dari lift. Huh... waktu terasa lambat sekali. Aku sudah membulatkan hati untuk menemui dia dia tempat parkir. Pokoknya harus. Aku cowok, harus berani ambil resiko. Kalau ditolak itu sudah biasa. Dunia gak akan kiamat kalau dia nolak aku.

Tibalah saatnya. Aku lihat dia keluar dari dalam lift. Aku lihat dia bersama teman sekantornya. Terbersit sedikit keraguan dihatiku. Ah sebodo amat. Aku harus mengejar dia. Aku keluar dari dalam ruangan kantorku. Aku lihat di depan ruangan satpam tidak ada orang yang melihatku. Dengan setengah berlari aku mengejar dia.

Setelah dekat aku mulai memanggilnya.
"Elisa...". Dia masih berjalan.
"Elisa...". Akhirnya dia menoleh.
"Eh maaf ya aku tadi telepon kamu." Aku berkata
"Eh nggak apa-apa, nggap apa-apa". Dia berkata sambil tersenyum.
"Maaf ya tadi menggangu kamu". Aku berkata lagi.
"Iya nggak apa-apa, nggak apa-apa". Dia menjawab lagi sambil tetap tersenyum.

Dia menjawab sambil berjalan menuju mobilnya. Aku sebetulnya ingin terus bicara sampai dia masuk ke dalam mobilnya tapi aku urungkan niatku karena aku lihat di sekitar mobilnya banyak sopir dan kernet dari lantai dua yang sedang bercanda tawa. Wah bisa gawat kalau aku terus mengikuti dia. Aku takut kalau dia malu dilihat teman-teman sekantornya.

Akhirnya setelah berbicara begitu aku membalikkan badan dan langsung menuju ke ruangan kantorku. Aku bermaksud langsung pulang tapi aku mau lihat dulu mobilnya sudah keluar atau belum. Aku lihat mobilnya sudah keluar dan sepertinya dia sedang terburu-buru. Soalnya dari sejak aku bicara sampai aku masuk lagi waktunya tidak lama sampai mobilnya bergerak keluar.

Lega hatiku.........

Aku pikir dia akan marah-marah kepadaku. Ternyata tidak. Malah dia masih seperti biasa dengan senyumnya yang manis. Aku akhirnya bisa bernafas lega. Setelah tadinya sesak banget. Aku bisa berpikir dengan jernih lagi. Ah masih ada harapan aku pikir. Masih ada kesempatan walaupun setitik. Harus aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Elisa....Elisa.... kamu masih menjadi misteri. Misteri besar dalam hidupku. Apakah aku bisa mendapatkanmu atau tidak. Aku ingin mengetahui jawabannya. Apakah kamu bisa aku raih, bisa aku sentuh. Misteri ini mungkin akan tetap menjadi misteri jika aku tidak berusaha memecahkannya. Aku ingin memecahkan misteri ini. Aku akan memecahknannya. Waktu yang akan menjawab nya dengan usaha-usahaku untuk mendapatkannya.

Misteri ini.......

Misteri hidup.......

0 comments: