Thursday, August 31, 2006

Kamis 31 Agustus 2006

Nekad!!!
 
Yang terjadi tejadilah. Itu yang ada di pikiranku sekarang. Kalaupun dia tidak suka dan membuang pemberianku, ya sudahlah. Tapi kalau jawabannya masih mengambang seperti kemarin, berarti dia masih memainkan sesuatu kepadaku. Jinak-jinak merpati. Dari kejauhan seperti menggoda untuk di dekati tetapi setelah di dekati malah menjauh.
 
Kemarin sore aku tidak berhasil menemuinya. Dia berjalan bersama temannya sesama karyawan lantai dua. Aku jadi tidak bisa mendekatinya. Soalnya temannya tersebut ikut di hyundainya. Wah gagal deh rencancaku hari ini. Lisa.....Lisa..... kamu membuat aku semakin penasaran.
 
Akhirnya aku pulang ke tempat kost dengan tangan hampa. Sepanjang malam aku terus memikirkan bagaimana cara menaklukan hatinya. Pusing aku di buatnya. Kemarin saja waktu aku menyapanya di depan lift dia tidak menunjukkan ketidaksukaan kepadaku. Tapi mengapa sms dan telepon ku tidak pernah di balas. Bingung nya diriku. Tapi semua ini semakin memacu semangatku untuk tetap mengejarnya. Sebelum ada kata penolakan dari dia aku akan tetap mendekatinya.
 
Hmmm..... bagaimana ya......? Apa yang harus aku lakukan untuk menaklukan hatinya? Kira-kira apa yang harus aku berikan? Aha........ bagaimana kalau aku memberinya bunga? Ide yang bagus. Kebetulan temanku sedang ada di kost. Aku bisa minta bantuannya untuk pergi ke toko bunga. Akhirnya aku di bonceng dia naik motor pergi ke toko bunga. Sampai di sana aku memilih-milih bunga yang akan aku beli. Mahal juga ternyata ya. Akhirnya aku memilih bunga tunggal saja yang dibungkus plastik bening. Aku pilih mawar putih. Tadinya aku mau pilih yang merah tapi takut terlalu menyolok. Setelah membayar aku langsung pulang ke kost diantar temanku.
 
Sepanjang malam aku berpikir kira-kira apa yang harus aku katakan kepadanya. Ditanganku sudah ada kartu ucapan yang kosong. Aku ingin mengisinya dengan ucapan. Tapi apa ya? Bingung juga nih. Akhirnya aku memberanikan diri mengajaknya makan malam.
 
To : Elisa
 
Would you like to have a dinner with me?
 
Sincerelly
Andy
 
Begitu kira-kita isinya. Bagaimana besok saja. Dia mau terima atau tidak terserah. Pokoknya aku sudah usaha.
 
Lalu bagaimana cara memberikannya? Apakah aku berikan langsung ke tangannya? Aku takut dia menolak. Atau langsung di simpan di atas mejanya saja? Iya kali ya...., rasanya lebih aman. Selain tidak banyak orang yang tahu, juga tidak akan ada penolakan darinya karena bunga itu sudah ada di mejanya. Terserah dia mau melihatnya atau langsung membuangnya. Yang penting aku sudah memberikannya. Lalu lewat siapa memberikannya. Karena aku tidak punya teman di lantai dua. Office Boy!!! itu yang pertama terlintas di pikiranku. Aku bisa menitipkannya ke OB supaya di simpan di atas mejanya. Yes....  sempurna sudah rencanaku. Jam di kamarku sudah menunjukkan jam satu malam. Aku ingin tidur sekarang, ngantuk banget.
 
***
 
Hari ini sengaja aku datang pagi sekali. Jam enam kurang aku sudah ada di kantor. Supaya nanti aku bisa berbicara dengan OB tersebut lebih leluasa karena belum banyak orang yang datang.
 
"Bisa minta tolong pak....?". Aku menemuinya sesaat setelah OB tersebut datang dengan motornya.
"Boleh....". Dia menjawab dengan tatapan heran.
"Tahu mejanya Elisa tidak pak....?". Aku melanjutkan.
"Iya tahu". Dia mulai mengerti arah pembicaraanku.
"Saya ada titipan untuk dia, bisa gak tolong di simpan di mejanya...?". Aku menjelaskan.
"Ooo begitu. Iya...iya nanti saya simpan di atas mejanya ya". Dia menjawab begitu aku langsung berlari ke dalam ruangan kantorku untuk mengambil bunga yang sudah aku persiapkan.
"Ini pak....". Aku menyerahkan bungkusan kepadanya.
"Isinya bunga, nanti tolong dibuka saja korannya terus bunganya di simpan di atas mejanya". Aku menjelaskan
"Iya...iya". Dia menganggukan kepala. Aku serahkan bungkusannku sambil tidak lupa menyerahkan tips untuk dia.
"Ini pak, untuk bapak". Aku berbicara begitu sambil menyerahkan selembar uang cebanan.
"Eeeh.... nggak usah, nggak usah". Dia berusaha menolak
"Nggak apa-apa pak, buat uang rokok". Aku mengepalkan uang tersbut di tanganya.
"Oh ya udah terima kasih". Akhirnya dia mau menerima.
 
Aku kemudian masuk kembali ke arah ruang kantorku. Tapi serasa ada yang terlupa. Aku kembali mengejarnya di depan pintu lift.
 
"Pak...pak....". Aku berteriak memanggilnya.
"Iya.....?". Dia menjawab sambil keluar dari ruangan kaca depan lift.
"Tolong nanti jangan bilang-bilang dari saya. Didalamnya sudah ada kartu ucapan. Biar dia sendiri yang membacanya". Aku menjelaskan lagi.
"Iya...iya". Dia mengangguk tanda mengerti.
"Terimakasih ya pak". Tak lupa aku mengucapkan
"Iya sama-sama". Dia menjawab.
 
Yes...... Lega aku. Akhirnya sudah terlaksana maksudku. Setidaknya sudah ada yang mengantarkan bungaku untuk nya. Mudah-mudahan dia mau menerima. Perkara dia mau aku ajak dinner atau tidak itu urusan nanti.
 
Rasanya tidak sabar menanti siang tiba. Nanti setelah makan siang aku akan mengajaknya bicara.
 
***

Wednesday, August 30, 2006

Rabu 30 Agustus 2006

Malas sekali hari ini. Aku malas melakukan pekerjaan rutin ini. Ingin segera bertemu dengan Lisa. Aku sedang memikirkan cara bagaimana supaya dia bisa di ajak makan. Bagaimana cara mengajaknya. Takutnya aku salah bicara. Kapan kira-kira ya mengajaknya. Kalau aku berencana mengajaknya makan hari jumat berarti aku harus sekarang-sekarang bicara padanya supaya dia tidak kaget.
 
Ah....Lisa.....Lisa...... Aku kangen berat sama kamu.
 
Bagaimana ya kalau pas makan siang ini aku bicara. Sekalian aku ingin menanyakan kenapa teleponku tidak pernah di jawab sama dia. Sopan gak ya kira-kira aku bicara begitu. Ah terlalu banyak pikiran. Suka tidak sukses. Pokoknya bagaimana nanti sajalah. Yang penting kamu bicara dulu. Perkara jawabannya enak dan gak enak itu bagaimana nanti. Yang penting sudah dilaksanakan. Mau jawabannya enak ataupun tidak enak  ya terima saja apa adanya. Jadi kamu gak penasaran lagi. Benar juga ya kata hatiku. Yang jelas aku harus bicara dulu perkara jawabannya manis atau pahit itu  tergantung dia.
 
Tadi pagi aku lihat dia datang seperti biasa. Jam delapan lewat sepuluh aku lihat hyundainya lewat. Aku menunggunya di depan kantor gudang. Aku lihat dia memakai atasan warna biru atau abu-abu ya, bawahannya memakai rok warna hitam sampai kelutut. Dua-duanya terbuat dari bahan kasos sepertinya. Terlihat betisnya yang putih mulus. Aduh..... aku makin terlena dibuatnya. Tambah cantik saja dia.
 
Aku lihat dia masuk ke ruangan lift. Aku kangen banget sama kamu Lisa...... Aku lihat dia sampai masuk ke ruangan kaca di depan lift. Sedetik kemudian dia juga melihat ke arahku dari dalam kaca. Hehehe aku jadi malu. Cepat-cepat aku masuk ke ruangan kantorku. Padahal kenapa mesti malu ya. Kan memang itu yang kamu mau. Kamu bisa melihat dia dan dia pun bisa melihat kamu. Tapi ah... hati ini jadi nggak enak. Ketahuan kalau aku setiap pagi memperhatikan dia. Ketahuan setiap pagi aku melihat dia. Ketahuan setiap pagi menunggunya.
 
Siang harinya aku bertemu dia lagi di kantin atas. Ternyata dia memakai atasan warna abu-abu. Agak sedikit transparan hehehe. Aduh Lisa kenapa aku selalu merindukanmu....
 
Aku mengambil jatah makan siangku. Dia juga rupanya ada di belakangku sedang mengantri untuk mengambil makan siangnya. Aku melihat kepadanya. Dia sedang di depan meja. Ketika aku sedang mengambil jeruk sepertinya dia melihat kepadaku. Aku bisa melihatnya dari sudut mataku. Tapi sayang aku tidak beradu pandang dengan dia soalnya aku sedang sibuk memilih jeruk.
 
Aku lihat dia duduk di sebelah kanan depanku. Aku sedikit leluasa untuk terus memperhatikannya. Aku bisa dengan jelas melihat gerak-geriknya. Aku kangen kamu Lisa. Sambil menghabiskan makan aku terus melirik ke arah dia. Sampai makan ku selesai dan aku pergi ke mushola untuk sholat.
 
Sehabis sholat aku pikir-pikir mending sekarang saja aku bicara sama dia. Biarlah, yang terjadi terjadilah. Aku berjalan kembali memasuki ruangan kantin. Aku berharap semoga dia belum turun ke lantai dua. Aku memasuki pintu kantin dan aku lihat dia sedang berdiri berbicara dengan teman sekantornya. aku melihat ke arah dia. Dia pun melihat ke arahku. Aku melihat matanya. Ah.... aku ingin berenang di matanya. Aku ingin mengarunginya. Ingin beredam di dalamnya. Sepertinya aku menemukan kedamaian di dalamnya.
 
Aku berjalan menuruni tangga menuju ke pintu lift. Meninggalkan tatapan matanya. Tadinya aku pikir dia sedang sendiri jadi aku bisa menghampirinya. Aku berpikir untuk menunggu saja di depan lift. Aku ingin berbicara dengan dia. Sekarang juga. Aku menunggunya cukup lama di depan lift. Orang ada yang keluar masuk dari dalam lift. Melihat aneh kepadaku. Aku hanya berdiri saja di depan lift. Akhirnya langkah yang aku kenal terdengar. Langkahnya semain dekat. Akhirnya terlihat sosoknya muncul dari arah tangga. Aku memberanikan diri menyapanya.
 
"Hai Lisa....". Sapaku
"Hai...........". Dia berkata begitu sambil tersenyum. Tapi dia berjalan terus menuju ke bawah.
"Aku telepon kamu kok gak pernah di angkat?". Aku memberanikan diri bertanya.
"Hmmmm....". Dia menjawab gak jelas
"Aku telepon kamu kok gak pernah di angkat?". Aku mengulangi pertanyaanku.
"Apa...........". Dia menjawab masih tidak jelas karena dia menjawab sambil melangkah menuruni tangga.
"Aku telepon kamu kok gak pernah di angkat?".  Aku kembali mengulangi pertanyaanku sambil mengejarnya ke bawah hampir menuju ke lantai dua.
"Iya lagi sibuk....". Itu jawaban terakhir yang keluar dari mulutnya sebelum dia menghilang di balik tangga menuju ke lantai dua.
"Oooo". Hanya itu yang bisa aku ucapkan.
 
Aku kesel banget. Cara apa lagi yang harus aku pakai untuk bisa mendekatinya. Tapi aku jadi semakin penasaran. Ingin tahu sebenarnya apa yang sedang dia mainkan. Apakah memang dia tidak suka kepadaku. Atau memang dia masih belum bisa menerimaku. Ah tak tahulah, yang jelas aku harus bisa menemukan jawaban dari pertanyaan ini semua. Jawabannya harus hari ini juga. Akan aku tunggu dia di tempat parkir sore ini.
 
Awas kau Lisa..... Aku akan menaklukan hatimu. Aku akan buat kau bertekuk lutut di hadapanku. Aku akan mengambil hatimu seperti kau telah mengambil hatiku.
 
***

Tuesday, August 29, 2006

Selasa 29 Agustus 2006

Misterius???
 
Itu yang ada di benak ku sekarang. Kenapa ya dia begitu? Aku telepon dia tidak pernah di angkat. Aku sms dia tidak pernah di balas. Aku berpikir itu menandakan dia tidak suka kepadaku. Dia tidak ingin di ganggu. dia tidak ingin mendengar suaraku. Dia tidak ingin tahu aku.
 
Tapi mengapa setiap aku bertemu dengannya dan aku memanggil namanya dia selalu ramah. Selalu tersenyum kepadaku. Bagaimanapun keadaannya. Apakah dia sedang sendiri. Ataupun dia sedang berjalan. Ataukah itu memang sudah menjadi standar dia? Bahwa kalau ada seseorang yang menyapa, dia akan tersenyum?
 
Kemarin sore sewaktu ada kontener datang kebetulan aku yang melakukan penghitungan di depan halaman parkir. Aku pikir bisa nih mendekati dia soalnya waktu sudah menunjukkan jam lima sore. Waktunya dia keluar kantor untuk pulang. Aku pikir bisa sedikit berbicara dengan dia. Aku kangen sekali.
 
Dia keluar dari depan ruangan lift bersama teman wanita sekantornya. Sepertinya dia mengajak temannya untuk pulang bareng dengan hyundainya. Aku akan menghampirinya. Mengajaknya bicara. Ya bicara apa saja. Yang penting aku bisa dekat dengannya. Tapi dasar belum jodohnya, HP ku berbunyi. Yang telepon temanku. Aku jadi tidak bisa mendekatinya. Tapi aku berusaha untuk berada di tempat parkir sambil menunggu temanku selesai bicara. Dia lewat di hadapanku menuju ke ruang satpam. Sepertinya dia minta di bukakan pintu gerbang yang satunya lagi karena hyundainya terhalang oleh kontener. Dia berbalik lagi menuju ke hyundainya. Temanku belum selesai bicara. Aku nekad saja memanggil namanya walaupun aku sedang berbicara dengan temanku.
 
"Hai lisa.....". Sengaja aku menyingkat namanya supaya lebih gampang di ucapkan. Dia menoleh ke arahku dan tersenyum. Aduh biung...... jantungku serasa mau copot. Senyumnya manis sekali. Rasanya aku ingin mengejarnya dan berbicara dengannya supaya aku terus bisa melihat senyumnya yang manis itu. Tapi dia sudah berlalu dan akupun masih mendengarkan temanku berbicara. Yah memang bukan sekarang barangkali waktunya.
 
Misterius banget sih nih cewek?
 
Aku semakin penasaran di buatnya. Aku harus mendapatkannya. Aku harus memilikinya. Aku harus bisa jadi pacarnya. Aku harus bisa menaklukan hatinya. No matter what it cost.
 
Aku berencana mengajaknya jalan bareng. Hmm bisa nggak ya kira-kira? Apa dia mau jalan bareng sama aku? Aku ingin mengajaknya makan. Yaaa mungkin makan malam gitu. Mudah-mudahan saja dia mau. Kalau semuanya lancar aku ingin mengajaknya jalan hari jumat ini. Sehabis pulang kantor.
 
Semoga saja rencanaku berjalan lancar.
 
***

Risalah Hati

Aku kangen sama kamu
Aku ingin dekat denganmu
Aku ingin mengenalmu
Aku ingin tahu dirimu
Aku ingin tahu siapa kamu
Aku ingin tahu rumahmu
Aku ingin tahu semuanya
 
Ada sesuatu yang berbeda dalam dirimu
Bagaikan medan magnet yang besar
Mampu menyeret diriku padamu
Membuat hati dan perasaanku hanya untukmu
 
Apakah semua ini bisa terwujud
Aku dan kamu berbeda
Apakah perbedaan bisa menyatukan kita
 
 

Monday, August 28, 2006

Senin 28 Agustus 2006

Hari sabtu dan minggu kemarin aku berangkat ke puncak untuk ikut acara tour kantor. Bulan Agustus ini kantorku mengadakan acara tour dalam rangka ulang tahun perusahaanku yang ke sebelas.
 
Walaupun acaranya rame bin riuh tapi kenapa ya seperti ada sesuatu yang hilang dalam hatiku. Sesuatu yang tertinggal di Jakarta sini. Apakah itu dirimu sayang? Aku memang tidak bisa serta merta melupakan dia dalam meriahnya acara ulang tahun kantor. Tetap saja aku merasa bahwa pikiranku masih tertinggal disini.
 
Sepanjang acara berlangsung pun aku tak bisa menikmatinya. Hari sabtu dan minggu itu tidak bisa aku gunakan sebagai sarana untuk merelaksasi diri dari kegiatan sehari-hari di kantor. Entahlah.... kenapa bayangannya selalu muncul? Dan hatikupun tidak bisa di ajak kompromi, pikiranku tidak bisa lepas dari sosoknya.
 
Aku mencoba untuk menghubunginya tetapi lagi-lagi tidak di angkat. Aku coba mengirimkan sms pada malam minggu. Isinya begini:
 
Tau gak, tiap hari aku slalu memperhtkn kmu. Aku tdk bisa mlepskan diri dari bayanganmu. Aku sampe ga bisa tdr ga nafsu mkn. Aku lagi di puncak skrng. lagi tour.
 
Seperti biasa, tidak ada jawaban yang aku terima. Hanya ada balasan bahwa sms telah di sampaikan. Aku memang tidak berharap terlalu banyak untuk mendapatkan balasan sms darinya. Memang bukan suatu keharusan untuk dia membalas sms dariku. Yang penting aku sudah menyampaikan isi hatiku. Isi pikiranku. Perasaanku padanya. Biar dia tahu aku selalu merindukannya.
 
Aku tidur di Villa sendirian. Sementara karyawan kantor yang lain bersenang-senang makan kambing guling sambil menyalakan api unggun. Aneh ya, kok di tempat seramai ini aku merasa kesepian. Aku coba memejamkan mata tapi tak bisa. Selain memang aku belum mengantuk aku juga tidak bisa berhenti mengingat dia. Aku coba menonton acara televisi, ada pertandingan bola kesukaanku. Aku coba berkonsentrasi melihat jalannya pertandingan tapi tetap saja tidak bisa. Aku coba menutup kepala dengan bantal siapa tahu aku bisa tidur. Akhirnya aku pun terlelap tidur bersama bayangannya yang tidak juga beranjak dari pikiranku.
 
Sialnya jam dua malam aku terbangun. Yang pertama teringat adalah dia. Kata orang apabila terjadi begitu berarti dia adalah orang yang kamu sayang. Apa betul begitu? Aku tidak bisa memejamkan mata lagi sampai jam lima pagi. Setelah sholat subuh baru aku bisa memejamkan mata kembali.
 
Bangun tidur jam tujuh pagi aku sudah ingat dia. Huh gila memang!!! Aku coba sms lagi ah. Soalnya kalau aku telepon takut tidak diangkat.
 
Hai...met pagi. Sudah sarapan? Jgn bosen ya terima sms ku. Aku kangen sama kamu. Kangen senyum mu. Kangen wajahmu. Kangen segalanya.
 
Tanda bahwa sms ku telah sampai berbunyi. Aku tidak tahu apakah dia membaca semua sms yang aku kirimkan atau tidak. Atau semua sms yang aku kirimkan tidak pernah dia baca tetapi langsung dia hapus begitu saja. Ah... pusing kalau memikirkan itu semua. Setidaknya dengan mengirimkan sms, sedikit mengurangi beban yang ada dipikiranku. Aku tidak akan ambil pusing apakah dia membaca semua sms yang aku kirimkan atau tidak. Yang penting aku sudah mencurahkan isi hatiku lewat sms itu.
 
***
 
Pagi ini aku sudah tidak tahan untuk bertemu dengan dia. Aku sudah menunggunya sejak jam tujuh pagi. Padahal untuk apa ya. Toh dia datang jam delapan pagi. Mau-maunya aku pegel-pegel nungguin dia. Tapi tak apalah demi rasa kangenku aku mau berkorban. Menderita sedikit demi rasa sayangku.
 
Seperti biasa jam delapan lewat sepuluh hyundainya sudah datang. Itu dia yang aku tunggu-tunggu. Aku melihat dari arah bangku di samping gerbang gudang. Tempatnya agak di pojok sehingga kurang kelihatan kalau dari luar. Aku menunggunya cukup lama. Tapi dia belum muncul juga. Aku sampai pegel.
 
Akhirnya dia kelihatan juga. Berjalan seperti biasa dengan indahnya. Hehehe.... dasar yang lagi kasmaran berjalan saja dibilang indah. Dia memakai baju warna pink dan bawahan memakai rok warna hitam sampai ke lutut. Aduh cantiknya. Dia hanya melihat kedepan. Tanpa menengok kiri kanan. Aku bisa memperhatikan dia dengan laluasa karena berada di sudut yang tidak kelihatan. Apakah dia melihat ke arah pintu masuk kantorku ya....... Ah ke geeran banget sih kamu. Siapa tahu dia hanya melihat biasa saja tanpa memperhatikan sesuatu. Tapi didalam hatiku aku berharap bahwa dia memang memperhatikan ke arah pintu masuk kantorku seperti yang dia lakukan minggu kamarin. Melihat apakah aku ada disitu. Padahal aku sedang memperhatikan dia. Semoga saja memang itu yang ada dipikirannya.
 
Semoga.
 
***

Friday, August 25, 2006

Jumat 25 Agustus 2006 Siang

Ah... rindu ini
Rindu kepada dirimu
Selalu pada dirimu
Tak pernah berkurang sedikitpun

Oh Elisa sayang, kenapa harus kepadamu. Rindu ini berlabuh. Rindu yang tak berujung. Entah sampai kapan rindu ini akan bersemayam. Akankah selamanya? Rindu yang menyiksa jiwaku. Menyiksa tetapi menyenangkan. Menyiksa tetapi indah. Indah untuk dinikmati. Indah untuk di kenang. Indah untuk dirasakan. Rasa yang menyesakkan. Rasa yang menyenangkan. Rasa yang menyakitkan. Rasa yang menusuk kalbu. Kalbu yang sedang merasa. Merasakan keindahan. Keindahan menikmatimu. Menikmati indahnya dirimu. Menikmati indahnya rasa.

Aku yang sedang di mabuk kepayang. Mabuk akan keindahanmu. Aku yang sedang dahaga. Dahaga oleh kasihmu. Aku yang sedang haus. Haus tetesan cintamu. Aku yang sedang merindu. Rindu belaianmu.

Aku ingin semua ini terwujud. Terwujud untuk memilikimu. Walaupun kau dan aku berbeda. Aku akan tetap menyayangimu.

Elisa sayang. Apakah kau dengar suara hatiku. Memanggil namamu. Melafalkan sayang. Mengukir cinta. Memahat rasa.

***

Jumat 25 Agustus 2006

Ini sakit belum kunjung sembuh juga. Malah sepertinya betah berada di tubuhku. Mungkin karena aku juga yang kurang istirahat. Aku datang ke kantor kepagian hari ini. Dari kemarin rute angkutan ke kantor yang dari arah Sunter Podomoro mogok. Entah apa penyebabnya. Jadi supaya tidak kesiangan dan kena macet aku berusaha datang ke kantor sepagi mungkin. Kabarnya karena sedang ada pembangunan jalur busway untuk koridor empat sampai enam, terjadi kemacetan dimana-mana dan menjalar ke seluruh antero ibu kota.
 
Seperti biasa pagi-pagi aku sudah duduk di kursi depan ruang satpam. Aku ingin menunggu dia datang. Menyambutnya dengan tatapan rindu. Menyambutnya dengan senyuman mesra. Tapi sepertinya aku harus menahan keinginan itu. Selain memang dia datang selalu di atas jam delapan, aku juga harus sudah masuk kantor jam delapan tepat. Tapi aku harus mencari cara untuk dapat sekedar melihat dia datang. Aku kangen sekali.
 
Jam delapan lewat lima aku masih bisa duduk di depan kantorku. Tetapi setelah itu aku harus mencari cara lain agar bisa tetap berada di luar ruanganku. Soalnya karyawan yang lain sudah mulai melakukan aktivitas keseharian mereka. Akhirnya aku cari-acri alasan lain sambil masuk kedalam gudang. Ketika aku masuk ke gudang sekilas aku melihat hyundai nya datang. Hmmm itu dia yang aku tunggu sudah datang. Dia pasti memarkirkan kendaraan dulu. Butuh beberapa saat lagi nih sebelum aku bisa melihat dia.
 
Aku tunggu beberapa saat didepan pintu gerbang gudang. Akhirnya yang aku nantikan datang juga. Dia berjalan agak cepat menuju ke ruang lift. Memakai atasan kemeja warna putih polos dan bawahan selana warna krem. Cantik sekali. Ada yang berbeda hari ini!!! Oh rambutnya yang biasa tergerai dia ikat. Semakin menambah kecantikan wajahnya. Garis-garis wajahnya jadi terlihat lebih jelas. Walaupun aku melihat dari jarak yang tidak terlalu dekat, aku bisa dengan jelas melihat wajahnya.
 
Aku menatap terus ke arahnya mulai dia berjalan. Ah rindu ini tak pernah pudar. Selalu meletup-letupkan keinginan untuk selalu memperhatikannya. Dia juga melihat ke arahku. Dan sepertinya tidak melihat sejurus saja seperti biasa melainkan memang sengaja menatapku langsung. Aku lihat dia menatapku terus sempai dia masuk ke ruang lift. Dia menatapku terus sambil membetulkan letak rambutnya yang diikat. Aku tidak berusaha tersenyum karena jarak anatar aku dan dia terlalu jauh. Nanti dikiranya aku ke-geer-an.
 
Aku yakin dia juga sedang memperhatikanku. Aku bisa melihat jelas dari tatapan matanya. Sorot matanya menyiratkan lain. Biasanya dia hanya menatap sejurus saja. Tapi pagi ini aku menangkap sejuta makna dari tatapannya. Aku sebernarnya ingin berlama-lama diluar dambil menatapnya. Tapi karena aku malihat dia sambil berjalan yah terpaksa pertunjukkan ini harus berakhir. Aku kemudian masuk ke ruang kerjaku. Sementara dia masih berdiri di depan lift. Aku yakin dalam hatinya dia juga sedang memikirkan aku(ge er ya), atau minimal dia jadi tahu, oh ternyata ruangan kerjanya disana, oh jadi dia kerja di gudang, jadi begini, jadi begitu, mungkin itu yang ada di benaknya. Semoga saja.
 
Hari ini hari jumat. Aku tidak akan bertemu dia waktu makan siang nanti. Aku akan berangkat sholat jumat. Jadi makan siangku agak telat hari ini. Padahal aku sangat ingin melihat dia kembali. Kangen banget.
 
Atau aku telepon dia saja? Tapi kalau dari kantor kemarin juga tidak dia angkat. Aku sekarang sudah tahu alasannya. Karena Kantorku menggunakan hunting system, jadi nomor yang keluar pasti berganti-ganti secara acak. Mungkin itu yang menjadi penyebab kenapa dia tidak mau mengangkat HP nya. Aku sudah punya rencana untuk membeli HP lagi saja. Aku akan memakai nomor Mentari seperti yang dia pakai sekarang jadi bisa bertelepon dengan dia bebas. Tidak seperti sekarang aku menggunakan nomor XL. Pulsaku akan tersedot habis apabila menghubungi nomor Mentari.
 
Yah harus usaha sedikit. Berkorban sedikit lah. Demi dia. Demi rasa rinduku. Demi rasa sayangku. Demi.... ya pokoknya demi semuanya deh.
 
Demikian...
 
 

Thursday, August 24, 2006

Kamis 24 Agustus 2006 Siang

Sebentar lagi waktu makan siang tiba. Teman-temanku yang lain sudah mulai naik ke lantai atas untuk makan. Aku sengaja menunggu waktu yang tepat untuk naik ke lantai atas. Biar tepat waktunya dengan kedatangan dia ke ruang kantin.
 
Aku naik ke atas jam duabelas lewat lima. Sampai di kantin belum banyak orang yang makan. Hanya ada teman-teman sekantorku saja yang makan. Oh iya ini hari kamis. Biasanya karyawan lantai dua tidak banyak yang makan pada hari kamis. Aku mengambil jatah makanku dan duduk di tempat biasa, bertiga dengan temanku. Aku duduk dekat dengan pintu masuk kantin. Sengaja agar aku bisa melihat dia pada saat masuk kantin.
 
Tak lama setelah aku duduk dan makan. Terdengar suara langkah orang yang aku kenal. Terdengar ada tawa yang mengiringinya. Ternyata dia berdua dengan temannya. Aku lihat dia menaiki tangga masuk kantin berdua dengan teman wanitanya. Dia terlihat berjalan sambil tersenyum dengan temannya. Ah... bisakah senyum itu aku miliki?
 
Aku tidak bisa memperhatikan dia waktu mengambil makan. Karena aku makan menghadap keluar kantin. Jadi aku tidak bisa melihat dia. Mudah-mudahan dia duduk di tempat biasa dekat pintu keluar kantin. Tunggu punya tunggu aku tidak melihat dia duduk. Aku edarkan pandanganku mengitari seluruh ruangan kantin. Itu dia, dia ternyata duduk di dekat jendela. Tapi tempatnya sangat jauh dari mejaku. Aku berada di ujung kanan sementara dia berada di ujung sebelah kiri. Dia terlihat membelakangiku. Aku hanya melihat bagian belakangnya saja. Padahal ingin sekali aku melihat dia, menatap wajahnya, memperhatikan matanya, bibirnya dan segalanya yang ada pada dirinya. Tapi ya sudahlah mungkin belum saatnya.
 
Setelah makan aku bercakap-cakap sebentar dengan temanku. Lalu  aku menuju ke mushola untuk menunaikan sholat dzuhur. Sekalian menenangkan hati. Biasanya setelah sholat aku bisa lebih menguasai perasaanku.
 
Selesai sholat aku bermaksud untuk langsung menuju ke lantai dasar tempatku bekerja. Ketika aku masuk kembali ke ruang kantin kembali aku memperhatikan bekas tempat duduknya. Aku lihat dia sudah tidak ada di sana. Sepertinya dia sudah menuju ke lantai dua. Tetapi ketika aku melewati pintu kantin aku melihat sosok yang aku kenal. Dia sedang duduk menghadap ke pintu keluar kantin. Kelihatannya dia sedang menerima telepon. Aku hanya melihat sekilas dan langsung turun menuju lift karena aku berjalan bersama temanku.
 
Aku berdiri di depan lift menunggu pintu terbuka. Aku lihat di layar lift masih berada di lantai dasar. Masih lama pikirku. Aku kembali bercakap-cakap dengan temanku menunggu lift naik ke lantai tiga. Aku mendengar langkah kaki menuruni tangga. Langkah yang aku kenal. Sepertinya dia sedang turun ke bawah. Semoga saja memang dia. Aku membalikkan badan tidak menghadap lift lagi. Aku membelakangi lift sehingga aku bisa melihat siapa yang turun dari kantin.
 
Langkah kaki tersebut semakin dekat. Terdengar jelas sekali. Kalau memang dia yang turun aku akan menyapanya. Siapa tahu dia mau turun bareng pake lift. Dan yang aku perkirakan memang betul. Aku lihat dia melintas di depanku. Benar-benar memukau hatiku. Kemudian aku beranikan diri menyapanya.
 
"Hai... Elisa". Sapaku.
Aku berkata begitu sambil tersenyum kepadanya.
Dia tidak menjawab. Hanya menoleh ke arahku dan tersenyum. Manis sekali. Senyum yang selalu aku rindukan. Senyum yang membuatku tak pernah bisa untuk melupakannya. Senyum yang membuat aku mabuk kepayang. Walaupun dia tidak mengucapkan sepatah katapun, bagiku itu sudah lebih dari cukup. Cukup untuk membuat hatiku berbunga-bunga. Cukup untuk membuat hariku cerah ceria kembali. Cukup untuk membuatku terbang ke awan. Senyumnya seperti membawa sejuta makna. Makna yang begitu mendalam. Menghantarkan berjuta-juta elektron bebas. Membuat getaran-getaran di hatiku. Membangkitkan gairah hidup. Membuat hidupku...... bermakna kembali.
 
Dia menuruni tangga. Menuju ke lantai dua. Kalau menunggu lift mungkin terlalu lama, karena jarak tiap lantai di kantorku memang tidak terlalu jauh. Teman ku mengerlingkan mata ke padaku. Aku hanya tersenyum. Akhirnya pintu lift terbuka dan kamipun bergegas masuk untuk menuju ke lantai dasar.
 
Senyum memang membawa berjuta makna. Bisa membuat orang bahagia. Memberikan senyum kepada orang juga termasuk ibadah.
 
Jadi tersenyumlah.
Tapi jangan tersenyum di depan umum tanpa sebab. Nanti di sangka orang gila..... :)

Kamis 24 Agustus 2006

Kalau sedang sakit memang segalanya jadi susah. Susah makan, susah tidur, hidung mampet, batuk-batuk, sesak nafas. Wah susah deh. Mungkin aku sudah terbiasa dengan udara Jakarta. Sehingga ketika aku berlibur kerumah orang tua yang berhawa dingin dan sejuk aku langsung jatuh sakit. Pagi hari aku langsung pilek dan terbawa sampai ke Jakarta.
 
Hari ini aku sampai ke kantor agak siang. Seperti biasa pagi-pagi aku sudah duduk di depan pos satpam. Siapa tahu dia datang lebih awal. Ah tapi tidak mungkin. Dia datang selalu tepat waktu. Biasanya hyundai yang dia pakai datang ke kantor sekitar jam delapan lewat sepuluh menit. Semenjak aku kenal dengan dia dan memperhatikan dia, Mobilnya selalu datang jam delapan lewat sepuluh. Lama aku duduk di depan pos satpam sambil membaca koran.
 
Aku lihat jam sudah menunjuk ke arah delapan. Saatnya aku beranjak pergi menuju ke ruangan kerjaku. Tapi aku ingin melihat dia. Melihat dia datang dengan hyundainya. Aku rindu sekali. Ingin melihatnya walaupun hanya sekilas.
 
Aku pura-pura masuk ke dalam gudang. Padahal aku hanya beralasan saja biar aku bisa berada di luar ruanganku lebih lama. Aku perhatikan di ruangan lift banyak orang yang lalu lalang tapi aku belum melihat dia. Aku masuk lagi ke gudang kemudian memutar pandangan kembali ke arah lift. Itu dia! Aku sangat mengenal bentuk tubuhnya. Walaupun membelakangiku dan hanya terlihat sebagian aku yakin pasti itu dia. Aku perhatikan terus dan ya..... memang itu dia. Memakai setelan coklat muda. Atasan memakai kemeja coklat muda bermotif kembang-kembang dan memakai bawahan celana coklat muda. Sangat serasi. Atau memang aku yang mabuk kepayang. Dia tidak melihatku. Akhirnya pintu lift terbuka dan diapun masuk ke dalam lift untuk menuju ke lantai dua.
 
Ah lega rasanya bisa melihat dia. Walaupun aku tdak bertegur sapa tapi buatku itu lebih dari cukup dari sekedar bahasa percakapan.
 
Oh Elisaku..... Aku rindu kamu.

Wednesday, August 23, 2006

Rabu 23 Agustus 2006

Siang ini aku makan di kantin duluan. Sengaja aku lakukan untuk menunggu dia. Tadi sebelum naik ke katin aku sempatkan untuk menelepon dia. Siapa tahu dia sudah tidak bekerja. Tapi setelah aku telepon ternyata Hp nya tidak diangkat. Mungkin dia masih sibuk.
 
Aku makan di tempat biasa menghadap ke pintu keluar kantin. Beberapa orang temannya mulai berdatangan untuk makan. Aku perhatikan dia belum juga muncul. Ah biarlah.... toh nanti juga dia kelihatan. Sambil mengunyah makanan mataku tak lepas melirik ke arah pintu masuk kantin. Siapa tahu dia yang datang. Ketika aku menunduk untuk menyuap makanan aku lihat dia datang bersama temannya. Walaupun sedang menunduk aku masih bisa memperhatikan dia dengan sudut mataku. Memakai kemeja putih bergaris hitam dan memakai celana panjang hitam. Entah aku harus mengungkapkan dengan apalagi kekagumanku kepadanya. Aku tidak memperhatikan dia duduk. aku lihat sekeliling ternyata dia duduk di deretan kursi paling jauh. Yah jadi tidak kelihatan olehku. Aku jadi susah untuk melihatnya. Karena terhalang oleh orang-orang yang sedang makan. Tapi biarlah aku akan mencoba menghubungi dia siang ini selepas makan. Aku ingin sekali mendengar suaranya.
 
Selesai makan dan sholat dzuhur aku bergegas turun ke lantai bawah dimana kantorku berada. Aku lihat jam menunjukkan duabelas lewat empat lima. Masih ada waktu. Mungkin dia belum mulai bekerja. Aku angkat gagang telepon. Aku mulai pijit nomor telepon dia. Terdengar nada sambung. Lama sekali tidak di angkat. Aku coba sekali lagi. Tetap sama tidak diangkat. Ah aku jadi lemas. Apa dia tidak mau menerima telepon dariku ya? Semalam juga begitu. Aku telepon dia tidak diangkat. Ada rasa kecewa dihati ini. Apa mungkin dia memang tidak suka kepadaku? Tapi kalau tidak mau menerima telepon dariku atau tidak suka kepadaku, kenapa dia mau memberikan nomor HP nya padaku? Dan mengijinkan aku untuk meneleponnya? Atau ini hanya siasat dia saja. Mungkin dia merasa tidak enak kepadaku lalu dia berikan saja nomor Hp nya kepadaku toh mau di jawab atau tidak itu urusan nanti. Kalau ingat itu terasa seperti ada yang mengiris-iris hatiku. Apakah memang aku tidak pantas untuk mendekatinya?
 
Biarlah perasaan ini berlalu. Mungkin kalau memang harus dekat dengannya psti ada jalannya. Seperti kejadian tempo hari ketika aku berkenalan dengannya dan beberapa hari kemudian mengetahui nomor HP nya. Aku rasa mungkin itu juga sudah ada jalannya.
 
So aku masih berbesar hati. Tidak akan aku patah semangat. Sekali melangkah aku takkan surut kebelakang. Ayo terus maju. Jangan mundur. Tetap kejar dia. Jangan berhenti karena hal yang kecil.
 
Tetap semangat.

Tuesday, August 22, 2006

Selasa 22 Agustus 2006 Sore

Sore hari aku sedang melakukan pengecekan barang yang akan naik ke truk angkutan. Sudah jam lima sore nih. Kok dia belum muncul ya. Biasanya jam lima lewat dia sudah muncul dari dalam lift. Sibuk barangkali ya. Soalnya hari ini kan pertama kerja setelah libur hampir satu minggu. Setelah lewat lima belas menit pun dia belum kelihatan juga.

Aku tanya temanku. Hyundai sudah turun belum. Temanku bilang katanya belum. Kemana dia ya...

Akhirnya aku keluar menuju ke tempat parkir karena disana biasanya aku bisa melihat dia. Tapi kok banyak orang ya? Semua sedang memperhatikan pengecekan barang. Wah kalau aku hampiri dia di sini bisa runyam urusannya.

Aku nantikan dia dengan sabar. Akhirnya yang kutungu-tunggu datang juga. Memakai kemeja pink dan celana hitam. Aku lihat jam sudah menunjukkan setengah enam. Sibuk banget dia kali ya sampai pulang telat.

Oh.... Elisa, kamu selalu telihat cantik dan menarik di mataku. Selalu aku rindukan kehadiranmu. Dia berjalan pelan di depanku. Aduh kenapa hati ini berdebar tak menentu? Ingin rasanya aku menghampirinya. Tapi tidak mungkin. Banyak orang. Bisa jadi bahan pembicaraan nanti. Dia berjalan menuju ke arah hyundai. Tapi karena hyundainya terhalang truk pengiriman dia kembali lagi ke pos satpam. Dia berjalan lagi di depanku. Aku lihat dia. Aku lihat mukanya. Selalu menyunggingkan senyum. Tidak pernah terlihat raut muka judes. Raut mukanya selalu telihat cerah ceria. Aku tidak bisa melupakan dia. Aku lihat dia sampai ke tempat satpam. Mungkin dia juga merasa kalau aku memperhatikan dia. Tapi dia tidak melirik ke arahku.

Ternyata dia meminta ke satpam supaya dibukakan pintu keluar yang satunya lagi karena kalau dia keluar ke pintu depan terhalang oleh truk pengiriman. Yah nggak bisa lihat dia dong. Ketika dia berjalan kembali ke arah mobilnya temanku yang lain batuk-batuk tak karuan. mungkin dia berusaha menggoda sambil melirik ke arahku. Aku hanya tersenyum saja melihat tingkahnya.

Elisa sempat melirik ke arahnya tapi hanya sekilas kemudian berjalan lagi ke arah hyundainya. Huh aku semalin tak tahan dibuatnya. Ingin rasanya mengikutinya. Duduk di sampingnya dan kemudian pergi bersamanya kemana saja. Tapi masa cowok di supirin sama cewek. Kan gak pantes. Kalau dia mau sih aku juga bisa jadi supirnya. Aku rela nganter dia kemana saja. Asal selalu berdua deh. Husss..... Kejauhan ngelamunya hehehe.

Aku lihat dia keluar lewat pintu yang sudah dibuka satpam. Ahhh terasa ada yang mengiris kalbu. Entah kenapa rindu ini tidak pernah pudar. Aku jadi semakin bersemangat untuk menghubungi dia malam nanti. Aku ingin bicara banyak sama dia. Bicara apa saja. Yang penting bisa mendengar suaranya dan bisa berlama-lama ngobrol sama dia. Dalam hati aku berkata, Hati-hati di jalan ya, jangan ngebut. Ingin aku mengucap kata sayang. Tapi rasanya belum pantas. Aku belum mengetahui isi hatinya. Aku belum mengetahui perasaannya kepadaku. Bagaimana kalau bertepuk sebelah tangan.

Akhirnya aku berkonsentrasi kembali kepada pekerjaanku. Setelah lewat maghib baru semua barang selesai di naikkan ke atas truk. Selesai sudah pekerjaanku. Aku teringat dia kembali. Kira-kira sudah sampai belum ya ke rumahnya? Aku ingin segera mendengar suaranya. Tapi takut dia belum sampai ke rumah. Soalnya aku dengar tadi dari sopir yang akan berangkat kalau daerah Yos Sudarso macet total. Daerah itu adalah akses ke Kelapa gading tujuan dia pulang. Wah kena macet gak yah dia. Aku berdoa dalam hati semoga saja dia tidak terjebak kemacetan di jalan. Jadi aku bisa segera menghubunginya.

Waktu sudah menunjukkan jam tujuh malam. Aku rasa sudah waktunya untuk menelepon dia. Ingin segera mendengar suaranya. Mengetahui keadaanya. Kena macet apa tidak. Sudah makan apa belum. Dan masih setumpuk pertanyaan yang bisa aku jadikan awal percakapanku dengan dia.

Aku angkat gagang telepon. Aku pencet nomor HP yang sudah aku hafal nomornya. Soalnya nomor HP nya tergolong nomor cantik, secantik orangnya. Terdengar nada sambung. aku menunggu dengan sabar. sudah sepuluh detik lewat. HP nya tidak di angkat. Aku tutup telepon. aku coba sekali lagi. Terdengar lagi nada sambung. Tunggu punya tunggu HP nya tidak di angkat. Akhirnya aku tutup telepon dengan perasaan kecewa. Tidak terlalu kecewa juga sih. Lain kali bisa aku coba lagi. Masih banyak waktu dan kesempatan. Aku sudah mengetahuin nomor HP nya. Tinggal pencet nomor, langsung nyambung. Sebetulnya aku ingin mencoba sekali lagi. Tapi temanku sudah mengajak aku pulang sama-sama. Ya sudahlah mungkin besok aku coba lagi untuk menelepon dia.

Di perjalanan aku coba untuk sms ke HP nya. Aku putar otak. Sebaiknya sms aku isinya apa ya? Aku coba kata ini dan itu. Bukan apa-apa, takut ada kata yang salah. aku takut menyinggung perasaannya. Akhirnya aku selesai. Walaupun singkat dan kurang bermakna akhirnya aku kirimkan juga sms tersebut. Seperti ini isinya:

Hai Elisa... Aku tadi tlp kamu. Masih di jalan? Kena macet? Hati2 di jalan ya. Jgn lupa makan. Sampe ktmu besok.

Singkat sekali sms ku. Padahal masih banyak yang ingin aku utarakan. Belum mewakili semua perasaanku kepadanya. Tapi biarlah. Semoga saja dia tahu akan perasaanku kepadanya.

Semoga.

Selasa 22 Agustus 2006 Siang

Jam makan siang terasa lama sekali sampainya. Huh masih jam sepuluh pagi. Masih lama. Akhirnya aku fokuskan saja diriku ke pekerjaan yang sudah menunggu. Hatiku agak sedikit teralihkan dengan banyaknya pekerjaan. Tapi ketika waktu sudah menunjukkan hampir jam duabelas siang hatiku mulai tak karuan. Bagaimana ya kalau aku nanti ketemu dengan dia. Malu gak ya. Ah bodo amat.

Jam duabelas sudah lewat. Aku pura-pura nunggu temen untuk makan siang di atas. Maksudku biar dia yang makan duluan jadi aku gak terlalu kikuk kalau bertemu dengan dia.

Jam duabelas lewat dualima aku baru naik ke lantai atas menuju kantin. Aku langsung menuju ke meja makanan. Sengaja aku tidak melihat kiri-kanan. Lurus saja menuju ke meja kantin. Aku ambil makanan dan kemudian mencari tempat duduk di tempat biasa.

Ketika aku akan berjalan ke sana aku lihat dia sedang makan dan duduk di belakang meja yang biasa aku pakai. Wah bagaimana ini. Aku jadi grogi. Aku putuskan saja untuk duduk di meja yang dekat ke meja kantin. Sengaja aku mengambil tempat tepat di depan dia duduk. biar aku bisa melihat mukanya. Melepas rasa kangen ini. Tapi nanti dia memperhatikan aku nggak ya.
Ah ada temanku ini. Aku biarkan dia duduk didepanku. Jadi dia sedikit terhalang oleh temanku. Tapi aku masih bisa memperhatikan dia. Gerak-geriknya, Tanganya yang sedang memegang makanan. Dan yang lainnya deh yang aku bisa lihat. Sesekali juga terlihat raut wajahnya. Matanya, bibirnya. Aku memang tidak bisa melupakan dia. Hatiku selalu bergetar apabila menatap wajahnya. Untung nya dia selalu cuek tidak pernah melihatku. Jadi aku leluasa untuk memperhatikan dia. Atau mungkin dia juga sesekali melihatku ketika aku sedang menyuap makanan. Who knows.

Akhirnya makanan yang kurang berselara ini pun hampir habis. Aku lihat dia mulai beranjak dari duduknya karena temannya mengajaka dia pergi. Jadi mungkin dia tidak ada teman kalau temannya tersebut pergi. Padahal kalau dia sendiri akan aku dekati dia. Eh tapi jangan ah. Nanti orang-orang pada tahu, aku tak mau hal itu terjadi.

Dia mulai beranjak pergi. Berjalan menuju keluar pintu kantin. Dia sempat melirik. Entah melirik siapa. Atau memastikan saja bahwa aku ada di situ? Huh geernya diriku. Dia memakai kemeja lengan panjang warna pink dan memakai celana hitam. Ah kenapa aku selalu merindukannya. Dia selalu terlihat cantik dan menarik dimataku. Akhirnya dia lenyap di balik pintu keluar kantin menuju ke bawah ke lantai dua tempatnya bekerja. Entah kenapa hatiku agak sedikit lega. Tapi juga sedikit kecewa karena tidak bisa berlama-lama melihat dia.

Suatu anomali yang membingungkan. Disatu sisi kamu ingin melihat dia tapi disisi lain kamu ingin menghindari dia karena malu. Wake up man. You are grown up. Lu tuh udah gede. Gak sepantasnya bersikap begitu. Jangan jadi pengecut. Jadilah seorang yang Gentleman. suara hatiku terus berbicara.

Ada benarnya juga sih. Tapi lihat nanti saja lah. aku sebaiknya sholat dzuhur dulu. Selesai sholat dzuhur kita lihat apakah aku berani untuk menelepon dia di kantornya. Maksudnya ke HP tapi dalam keadaan dia sedang ada dikantor. Kenapa aku berpikirna begitu. Karena seperti yang di katakan kemarin, jangan telepon ke kantor soalnya lagi sibuk. Kekantor maksudnya ke nomor kantor kan bukan ke HP.

Selesai sholat dzuhur aku bergegas menuju ke lantai dasar ke ruangan kantorku. Nanti aku pikir-pikir lagi apakah aku mau menelepon dia.

Sampai di ruangan kantorku aku putuskan untuk menelepon dia. Tapi telepon yang ada di ruanganku sedang dipakai semua. Wah sialan nih teman-temanku lagi pada pake semua. Mana waktu sudah hampir jam satu siang lagi. Bagaimana nih?

Akhirnya aku usir saja satu temanku yang sedang bertelepon ria. Nah sudah ada satu telepon yang kosong. Aku duduk kemudian mengumpulkan segenap keberanian untuk menelepon dia. Ku angkat gagang telepon kemudian kupencet tombol telepon. Nomornya sudah aku hafal banget. Terdengar nada sambung. Kemudian terdengan nada di seberang sana. Aku mulai bicara.

"Halo....". Sapaku
"Halo....". Dia mulai bicara.
"Hai......". Aku mulai dengan kata singkat. Sok kenal kamu padahal belum tentu dia tahu kamu yang telepon.
Telepon hening sejenak. Aku perkirakan dia sedang mencari tempat yang nyaman untuk menerima telepon.

"Halo.....". Terdengar lagi suaranya di seberang sana.
"Halo Elisa". Sapaku lagi.
"Sudah mulai sibuk ya...". Tanyaku
"Iya nih". Jawabnya
"Kalau aku telepon kamu di rumah boleh gak?". Tanyaku lagi.
"Telepon aja". Jawabnya. Hmmm berarti aku boleh telepon dia di rumah.
"Kamu sampai rumah jam berapa?". Aku bertanya lagi
"Tergantung". Jawaban yang menggantung.
"Hmmm malam kali ya". Aku ingin menegaskan.
"Bisa....". Jawabnya. singkat amat sih jawabannya. Tapi aku sangat mengerti. Mungkin dia gak enak terima telepon pas mau masuk jam kerja. Atau memang tidak mau terima telepon di kantor.

"Ok deh kalo gitu, makasih ya. Daaag". aku mengakhiri pembicaraan.
"youuuu". Jawabnya. Dari kemarin begitu terus jawabannya.

Aku tutup gagang telepon. Hmmm berarti aku harus telepon dia malam ini. Or Else dia gak percaya lagi sama omongan aku. Bagaimana ya caranya. Satu-satunya jalan aku harus telepon dia dari kantor. Biar gratis hehe. Tapi kan hari ini tidak ada pekerjaan. Apa alasanku kalau nanti ada orang yang tanya. Tapi memang kesempatan itu selalu datang. Ternyata hari ini ada pengisian barang ke truk yang akan berangkat ke Surabaya. Yes berarti aku ada alasan untuk berlama-lama di kantor.

Tapi bagaimana sikapnya ya nanti kalau aku telepon dia di rumah? Ah gimana nanti aja lah. Yang penting aku sudah usaha. Masalah hasil itu belakangan.

Selasa 22 Agustus 2006

Pagi ini sebetulnya aku ingin sekali melihat dia. Sekedar melepas kangen. Tapi aku malu. Lho kok!!!!
Semalam aku sudah kirim sms sama dia dua kali tapi tidak ada balasan. Ah jadi malu takutnya tidak ada tanggapan dari dia tapi aku ingin sekali melihat dia, kangen.

Tapi aku kuatkan hatiku untuk tidak beranjak dari tempat duduk. Padahal waktu menunjukkan jam delapan pagi lewat. Biasanya dia sudah datang. Walaupun sudah aku tahan tetapi tetap saja aku tidak bisa diam. Aku singkap sedikit kain penghalang di kaca kantorku. Sehingga aku bisa leluasa melihat ke arah ruang masuk lift. Aku perhatikan banyak yang masuk tapi aku tidak melihat dia. Ah bagaimana ini.... aku kangen sekali ingin melihat dia. Tapi biar lah mungkin nanti jam makan siang aku punya kesempatan untuk berlama-lama di kantin melihat dia.

Kembali ke sms yang aku kirim semalam. Tepatnya pagi dan malam. Pagi aku kirim dia sms jam sepuluh pagi isinya begini :

Hai...apa kabar? Lbran kmana aja? Aku pgn segra krja lagi. Soalnya aku bisa liat kamu. Bolehkan aku kangen sama kamu? Ada yang marah ga? Maaf ya kalo aku ganggu kamu

Aku beranikan diri untuk mengirimkannya. Tadi nya sih aku ragu-ragu tapi cuek aja lah. Kalaupun dia marah aku terima saja. Toh kalaupun dia marah pasti ada alasannya. Aku kan sudah minta maaf sama dia kalau memang dia merasa terganggu.

Aku tunggu sampai siang tidak ada jawaban dari HP nya. Ya sudahlah, akhirnya aku berangkat ke Jakarta bersama temanku. Oh iya selama liburan ini aku pulang ke rumah ortuku. Bukannya senang-senang, eh di sana malah aku terserang flu.

Aku sampai di Jakarta sore hari. Aku pikir mungkin aku yang harus sering menghubungi dia, kan aku yang ingin. Aku kan laki-laki gak mungkin dong cewek yang ngejar aku. So aku nekad saja untuk sms dia lagi.

Temanku bilang yang lebih extrim dong sms nya. Hah extrim apa maksudnya? Ya lebih mendalam gitu........
Hmmm..... patut di pertimbangkan juga.

Akhirnya aku sms dia lagi sekitar jam tujuh malam. Isinya begini :

Hi...it's me again. Lagi sibuk ya...atau lagi jalan? Hati2 ya kalo jalan. Sudah makan? Hari2 blakangan ini aku selalu ingat kamu. Kenapa ya?

Yah.... mungkin kata-kataku tak seberapa dibandingkan perasaanku kepadanya. Tapi mau yang lebih mendalam lagi takut kalau nanti dia kaget. Kok baru kenal sudah jauh bicaranya. Aku pikir sih pelan-pelan saja. Tidak usah grabak-grubuk.

Tunggu punya tunggu sampai jam sembilan malam tidak ada juga jawaban darinya. Ah aku jadi kepikiran terus. Akhirnya aku lupakan saja sms yang pernah aku kirim kepadanya. Biarlah, mungkin dia males menjawabnya. Atau dia bingung mau jawab apa. Ah sudahlah kita lihat saja besok pagi.

Template

Kepada para pengguna FireFox saya mohon maaf.
 
Template yang saya gunakan untuk sementara belum bisa dinikmati oleh para pencinta FireFox. Template yang saya gunakan sejauh ini hanya bisa dilihat oleh pengguna IE. Saya belum mencoba menggunakan Browser lain seperti Opera atau Safari.
 
Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
 
Penulis.

Friday, August 18, 2006

Jumat 18 Agustus 2006

Hari ini aku masuk kerja. Padahal tadinya aku ingin liburan panjang di rumah. Gagal deh.

Dikarenakan liburan panjang, jadi banyak barang yang harus dikirim ke konsumen jadi terpaksa aku lembur.

Aku akan mencoba menelpon HP nya hari ini sekaligus menghilangkan rasa penasarannku. Aku agak sedikit ragu dengan nomor HP nya, apakah aku tidak salah dengar waktu dia menyebutkannya tempo hari.

Sewaktu malam tujuhbelas agustus kemarin aku sudah mencoba menigirm sms ke HP nya. Sekaligus pemberitahuan mengenai nomor HP ku hehehe. Waktu itu aku mengirim sms selepas maghrib. Aku tunggu sampai lepas isya tidak ada jawaban.

Jam delapan lewat HP ku berbunyi, ada panggilan. Aku lihat penelepon nya tidak kelihatan alias di sembunyikan. Mungkinkah ini dia? Apakah dia ingin mengecek no HP ku? Aku angkat dan aku jawab.

"Halo......". Hening sejenak
"Halo......". Kemudian hubungan terputus.

Siapa ya.....? kok malam-malam miscall. Aku diam lagi. Tak lama kemudian ada telepon masuk lagi. Kali ini yang tertera di layar ponsel ku nomor IM3. Siapa lagi ini?

"Halo.....". Hening lagi
"Halo.....". Hubungan terputus lagi.

Ah ada-ada saja nih orang. Nggak ada kerjaan kali ya. Atau apakah dia yang mencoba meneleponku? Yang aku tahu memang dia memegang HP lebih dari satu. Tapi apakah benar dia sedang mengetes aku? Memangnya mau masuk kerja pake di tes segala.

Hatiku jadi deg deg-an. Apa benar dia ya....? Tapi untuk apa? Feeling ku sih begitu. Tapi ah sebodo amat mungkin dia ingin memastikan bahwa itu memang aku.

Kembali ke hari ini aku sibuk sekali sampai tidak sempat telepon dia. Tadinya aku ingin mencoba pagi hari tapi dengan banyaknya pekerjaan aku tidak sempat. siangnya aku berangkat jumatan. Setelahnya aku disibukkan kembali oleh pekerjaan. Huh tak ada habisnya nih pekerjaan. Sampai sore hari aku belum juga sempat menelepon dia.

Sampai jam setengah lima lewat baru aku mempunyai waktu untuk mengontak HP nya.
Aku coba nomor yang diberikan dia kemarin. Nada panggil berbunyi. Tak lama kemudian ada suara di seberang sana.

"Halo.....".
"Iya halo". Jawab suara di seberang sana. Yes dari suaranya aku sudah tahu bahwa dia yang bicara.
"Hai Elisa, ini Andi". Aku berbicara lagi.
"Aku lagi jalan nih". Jawabnya
"Oh lagi jalan ya".
"Sms ku sampai ya...". Aku mencoba bertanya. Hening sejenak.
"Oh iya sudah ada". Jawabnya.
"Tapi aku lagi di jalan nih". Dia berkata lagi
"Oh iya maaf, udah gangu". Aku buru-buru minta maaf.
"Makasih ya". Aku bicara lagi.
"Youuuuu". Katanya. Hubungan pun terputus.

Wah lagi jalan dia. Di dalam pikiranku terlintas bermacam-macam prasangka. Dia jalan sama siapa ya? Kalau lagi jalan kok hening begitu, tidak ada suara. Kalau dia lagi jalan di Mall atau lagi makan, kenapa tidak ada suara orang ya. Bermacam-macam pikiran berkecamuk di otakku. Dia jalan kemana, pergi sama siapa, berdua atau sendiri, pokoknya bermacam-macam perkiraan bermunculan di otakku.

Lama aku berpikir. Dimanakah gerangan dia sedang berada? Ingin rasanya langsung mendatanginya. Melihatnya. Membuktikannya. Jalan sama siapakah dia. Tapi setelah aku putar kembali ingatan di kepalaku, aku putar berulang-ulang baru aku mengerti.

Gotcha!!!!!

Dasar bego. Dia itu sedang ada di jalan. Dia sedang nyetir mobil. Makanya dia bicara cepat-cepat. Pantesan tidak ada suara, lha wong sedang di mobil. aku harap dia tidak sama siapa-siapa, nggak sama cowok gitu hehehe.

Aaaah rasanya lega sudah bisa menghubungi dia dan mengetahui bahwa memang nomor itu punya dia. Jadi kalau aku sms atau telepon lagi tidak salah sambung.

Aku pulang dengan hati gembira.

Wednesday, August 16, 2006

Rabu 16 Agustus 2006 Sore

Target atau Deadline?????

Hari ini adalah hari terakhirku bekerja di minggu ini. Kenapa? Karena besok adalah hari kemerdekaan RI yang ke enam puluh satu tanggal 17 Agustus 2006, Besoknya kan hari jumat. Nah kantor mengambil kebijakan untuk menetapkan hari itu sebagai cuti bersama. Jadi aku liburan panjang banget karena senin nya libur juga. Jadi deh aku liburan panjang lima hari. Pulang kampung.

Tadinya hari ini akan aku jadikan sebagai deadline untuk mengetahui nomor HP Elisa. Tapi apa daya ternyata sampai sore ini aku belum berhasil. Dari mulai makan siang sampai jam habis makan siangpun aku tidak berani untuk menghubungi dia. Padahal hatiku sudah tidak tahan untuk segera mengetahui nomor HP nya.

Targetku adalah sebelum tanggal tujuhbelas agustus aku harus sudah mengetahui nomor HP nya. Tapi sampai sore ini aku belum juga mengetahui nomor HP nya. Ah apakah aku akan pasrah saja menerima nasib? Pasrah menerima kenyataan. Bagaimana kalau aku keduluan orang lain? Bagaimana kalau ada orang yang suka sama dia? Tidak........ Aku tidak boleh tinggal diam. Aku harus terus maju. Tapi bagaimana caranya ya? Sampai jam tiga sore aku belum juga menemukan cara terbaik untuk bisa mengetahuinya. Kalau menelepon ke kantornya sepertinya tidak mungkin. Karena kemarin saja waktu aku menelepon ke kantornya suasananya kurang mendukung. Dia sepertinya kurang nyaman kalau di telepon ke kantornya.

Hari ini baru saja aku dapat kabar bahwa kontener akan datang. Biasanya pengiriman barang untuk keluar kota. Hmmm.... bisa aku manfaatkan nih. Lho kok bisa?

Biasanya untuk pengecekan barang yang akan naik ke kontener dilakukan di halaman parkir. Nah moment ini bisa aku gunakan untuk mengajaknya bicara di tempat parkir. Aku sudah tersenyum duluan membayangkan yang akan terjadi. Hatiku jadi berdebar-debar menunggu saatnya tiba.

Pengecekan barang masih terus berlangsung. Satu kontener pasti lama. Minimal selesai jam enam sore. Saat-saat menuju jam lima sudah dekat. Aku semakin berdebar-debar dibuatnya. Aku lihat ke pintu lift banyak orang yang keluar masuk tapi yang aku tunggu belum datang.
Jam lima sudah lewat. Waktu keluar kantor lantai dua pun sudah tiba. Sambil mengecek barang yang masuk ke kontener aku selalu memperhatikan orang yang keluar dari dalam lift satu-persatu. Teman-temanku yang lain yang ikut dalam pengecekan barang belum mengetahui apa yang aku rencanakan. Huh..... hatiku berdebar-debar menunggu dia keluar dari pintu lift.

Sekarang sudah limabelas menit lewat dari jam lima tapi dia belum kelihatan mucul juga. Hanya ada beberapa orang karyawan lantai dua yang keluar untuk pulang. Hatiku semakin berdebar-debar tak karuan. Untung saja aku masih bisa berkonsentrasi dalam penghitungan barang.

Dua puluh menit sudah berjalan dari jam lima. Terasa setahun penantianku. Dia belum datang juga. Selang lima menit akhirnya yang aku nantikan datang juga. Memakai atasan warna orange dan bawahan memakai span pendek warna hitam. Ah...... hatiku terasa mau copot. Kenapa aku selalu gemetar kalau melihat dia. Hatiku dagdigdug tak karuan.

Dia melangkah keluar dari pintu keluar ruangan lift. Aku lihat dia sedang berbicara dengan teman wanita nya. Wah jangan-jangan dia akan ikut ke mobilnya nih. Ah mudah-mudahan saja tidak. Dan harapankupun menjadi kenyataan. Temannya berjalan berlawanan dengan dia. Dia sekarang berjalan sendiri menjuju ke hyundainya. Temanku saling berdehem dan menyikut aku. Aku tunjukan jari tengahku ke bibir pertanda untuk diam. Tapi teman-temanku malah cengengesan.

Aku kuatkan hatiku. Aku kejar dia sebelum sampai ke mobilnya. Teman-temanku semuanya tertawa melihat tingkahku. Nekad kali ya...

Dia berjalan ke arah mobilnya. Aku memanggil namanya.
"Elisa.....". Aku bicara sambil mensejajarkan langkahku dengannya. Dia menoleh kearahku. Tersenyum.
"Hai...apa kabar". Sapaku
"Baik". Jawabnya
"Emm..... mengenai yang kemarin....". Aku menghela nafas sebentar untuk mengatur detak jantungku yang tiba-tiba saja berdetak semakin cepat.
"Boleh gak aku telepon kamu?". Aku memberanikan diri bertanya.
"Boleh-boleh saja". Jawabnya sambil tetap menyunggingkan senyum. Yes lampu hijau.
"Kalau ke kantor boleh gak?". Aku bertanya kembali.
"Kalau ke kantor jangan ya.... soalnya aku lagi sibuk". Jawabnya. Yaaaah hatiku ciut.
"Kalau ke HP boleh gak?". Tanyaku lagi.
"Boleh tahu gak no HP nya?". Aku bertanya lagi tanpa memberikan dia kesempatan untuk menjawab. Hatiku semakin tak karuan menantikan jawabannya. Suara yang keluar dari mulutkupun agak bergetar.

Dia pijit remote mobilnya untuk membuka pintu. Dia membuka pintu mobilnya kemudian membuka sedikit kaca mobilnya. Aku menanti dengan sabar walaupun hatiku sudah tak karuan.
Akhirnya dia bicara juga.
"0816******". Aku segera menulisakan angka yang dia sebutkan. Tetapi tiga angka terakhir aku kurang menyimak karena dia bicara terlalu cepat.
"0816***.... berapa?". Aku memberanikan diri berbicara lagi.
"0816****** ". Dia menyebutkan lagi. Dia bicara sambil duduk di belakang stir hyundainya.
"Hari jumat masuk gak". Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia menggelengkan kepala. dia juga mungkin bingung kenapa harus memberitahukan nomor HP nya kepadaku. aku gak perduli yang penting nomor HP nya sudah aku dapatkan. Yes....

Dia kemudian menutup pintu mobilnya. Sementara kaca mobilnya belum dia naikkan.
"Makasih ya...". Aku kembali berbicara
Dia hanya mengangguk.
"Hati-hati di jalan". Aku bicara lagi tapi waktu itu kaca mobilnya sudah mulai dinaikkan. Entah terdengar atau tidak olehnya.

Aku kemudian menyingkir dari samping mobilnya untuk membiarkan dia lewat. Tapi tampaknya dia ingin aku yang duluan berjalan meninggalkan mobilnya. Aku kemudian berjalan kembali menuju kearah teman-temanku yang sedang menghitung barang. Mereka semua berloncatan. Hore-hore, yes yes, seperti yang menang kejuaraan sepak bola saja. Aku sendiri tersenyum walaupun hatiku masih menyisakan debaran-debaran yang tak kunjung mereda.

Aku menoleh ke samping. Hyundainya sudah mulai melaju. aku hentikan foklift yang akan menaikkan barang menunggu dia lewat. Dia lewat di antara aku dan teman-temanku. Aku lihat raut mukanya. Apakah ada perubahan ketika dia melewatiku. Dia hanya lewat saja dan menatap lurus kedepan. Aku tersenyum melihatnya. Mungkin dia agak malu atau kikuk atau apalah tapi kelihatan wajahnya agak sedikit tegang.

Tak apalah yang penting targetku sudah tercapai untuk mendapatkan nomor HP nya sebelum tanggal tujuhbelas Agustus.

Yes.... Hatiku bersorak.

Rabu 16 Agustus Siang

Gila!!!!!
 
Ya memang benar-benar gila. Dan lebih gilanya lagi aku bisa gila kalau tidak bisa mendapatkannya. Setiap detik setiap menit yang ada hanya bayangan dia, dia, dan dia. Di depan komputer juga aku tidak bisa berkonsentrasi karena yang terlihat hanya bayangan dia. Gila ya......
 
Elisa...... kapan aku bisa bertemu kamu? walau hanya sebentar. Aku ingin. Ingin apa ya...? pokoknya ingin semuanya. Ingin bicara denganmu. Menatap wajahmu. Melihat matamu. Memegang tanganmu. Membelai pipimu. Mencium keningmu. Ah pokoknya segalanya deh.
 
Huh..... aku benar-benar sedang mabuk kepayang. Tapi kalau dikatakan cinta rasanya terlalu jauh ya. Aku juga belum begitu mengenal dia. Namanya yang jelas aku sudah tahu. Statusnya pun aku belum tahu. Apakah dia sudah menikah, punya pacar atau masih sendiri. Rumahnya yang jelas di Kelapa Gading. Tapi tepatnya aku belum tahu. Dia anak siapa juga aku belum tahu. Tapi kenapa hati ini sudah punya perasaan mendalam terhadap dia? Apakah ini yang dinamakan cinta dalam pandangan pertama? Ah rasanya tidak. Soalnya waktu aku pertama kali melihat dia, tidak ada perasaan apa-apa. Hanya selang beberapa hari baru aku mempunyai perasaan terhadapnya.
 
Hari ini aku melihat dia di kantin atas. Memakai atasan warna orange dan memakai span hitam. Hah dia memakai rok? Wah-wah tambah pusing aku. Makin cantik makin menarik saja dia. Ingin aku mendekatinya.
Tapi mana mungkin. Banyak orang begini. Dia duduk jauh sekali lagi. Mepet ke meja menghadap keluar kantin. Mungkin dia takut kelihatan kalau duduk di tengah. Kan dia pake rok hehehe.
 
Aku berharap bisa mendekati dia kali ini. Aku segera ke mushola dan selesai sholat aku bergegas kembali ke ruangan kantin. Tapi apa daya dia sudah tidak ada. Hikhikhik..... sedih hatiku.
 
Aku langsung turun ke lantai dasar memasuk ruangan kantorku. Waktu belum sampai di jam satu siang. Masih ada sisa limabelas menit lagi. Aku berpikir apakah aku telepon saja dia ya sekarang. Bimbang aku jadinya. Aku hubungi temanku. Aku bertanya bagaimana sebaiknya. Apakah bisa kiranya telepon di saat jam istirahat. dia bilang bisa. Justru di saat istirahat waktu yang paling tepat. Aku masih menimbang-nimbang apakah aku telepon dia sekarang atau tidak.
 
Ini yang membuat aku pusing. Telepon apa jangan ya. aku masih saja berkutat dengan pikiranku sendiri antara ya dan tidak untuk menelepon dia. Sampai akhirnya waktu menunjukkan jam satu siang. Huh gak bakalan habis kalau aku selalu berpikiran seperti ini. Bisa gila memang. Padahal kalau dipikir-pikir apa susahnya. Toh hanya tinggal angkat gagang telepon pijit nomor dan ting.... kedengaran deh suara dia. Tapi mengapa susah sekali melakukannya? Memang aku type cowok yang sedikit penakut kalau urusan cewek. Tidak seperti teman-temanku yang lain yang berani menggoda cewek dihadapan orang lain. Kalau aku tidak mungkin bisa.
 
Gila....gila....gilaaaaaaaaa...........
Aku ingin teriaaaaak..................
 
Elisaaaaaaaaa.............................
Aku ingin kamuuuuu..................

Rabu 16 Agustus 2006

Hari selasa sore kemarin aku tidak sempat melihat dia. Di kantin atas pun aku hanya melihat dia sekilas. Memakai atasan warna cerah tapi aku tidak jelas warnanya apa. Aku hanya tertunduk malu saja ketika dia lewat. Ah hatiku berdebar-debar. Ditambah celotehan dari teman-temanku yang sedang makan. mereka semua serentak berbicara.
 
"Ehem......ehem..... Andi...Andi....". Begitu mereka bicara saat dia lewat.
"Sssst.......". Aku bicara sambil menunjukkan jemari di bibir. aku hanya melihat sekilas. Kenapa jadi malu ya ketemu dia. Padahal sejak semalam aku terus membayangkannya.
 
Dia kelihatannnya makan sendirian. Tidak bersama teman-temannya seperti biasa. Keadaan kantin sudah mulai sepi. Teman-teman kantornya dari lantai dua sudah mulai turun meninggalkan kantin. Sejenak aku berfikir. Apa aku dekati saja dia ya. Tapi waktu sudah jam setengah satu. Aku harus sholat dulu. Akhirnya aku bergegas pergi ke mushola untuk sholat dzuhur. Biasanya dia makan agak lama. Mudah-mudahan saja setelah sholat dzuhur dia masih ada.
 
Selesai dari mushola aku langsung masuk lagi ke ruang kantin. Tapi ternyata yang aku harapkan sudah tidak ada di tempat. Yah gagal deh rencanaku.
 
Elisa...kamu telah mengambil hatiku.
Memenuhi hari-hariku dengan bayanganmu.
Membuat tidurku tak nyenyak.
Membuat makanku tak enak.
Membuat hatiku gundah-gulana.
Membuat perasaanku perih.
Tapi dibalik itu semua ada perasaan rindu.
Terasa indah.
Membuat hatiku lebih berbunga-bunga.
Aku ingin selalu melihatmu.
Dekat denganmu.
Memilikimu.
 
Hari ini aku tidak melihat dia datang. Saat aku masih di rumah bayangannya sudah hadir di pelupuk mataku. Serasa ingin segera bertemu. Walaupun hanya sekedar melihatmu. Hatiku pasti sudah gembira.
 
Saat aku datang ke kantor aku lihat mobilnya belum ada di tempat parkir. Huh mana dia ya? kok sudah jam delapan belum datang. Aku pergi ke toilet. Ketika aku keluar dari toilet kebetulan dari sana aku bisa melihat langsung ke tempat parkir. Ah mobilnya sudah datang. Lega rasanya hati ini. Entah kenapa walaupun aku belum melihat orangnya hatiku sudah gembira.
 
Ingin segera rasanya jam berputar ke arah duabelas. Saat makan siang nanti aku ingin segera melihat dia. Entah rencana apa yang akan aku jalankan hari ini. Aku ingin mendekatinya walau hanya sebentar.
 
Let see...

Monday, August 14, 2006

Senin 14 Agustus Sore

Mistery.

Aku sebetulnya ingin menghubugi dia lewat telepon kantornya. Tapi masih ragu-ragu nih.
Tiba-tiba Y!M ku keluar ternyata temanku yang PM. Dia ngomporin aku terus soal telepon ke dia. Wah gimana nih antara ragu-ragu dan keinginan untuk tahu lebih banyak soal dia.

Sudah jam empat sore sekarang. Gimana nih.... telepon gak yah? Aku nya sih yang serba takut. Padahal belum tentu kejadiannya seperti yang dibayangkan. Aku takut dia gak ramah dan gak menerima telepon aku. Takut kalau dia bersikap cuek dan judes. Ahh jadi bingung nih.

Sudah jam setengah lima sekarang. Ah what the hell deh. Aku terima saja apa adanya. Kalaupun nanti dia menolak memang kenapa. Dunia belum berakhir. Masih banyak waktu dan masih banyak jalan menuju ke Roma. Apa juga hubungannya dengan Roma.

Oh iya sebelumnya ada temanku juga yang mencoba menghubungi dia dan katanya bisa di hubungi. Terus kamu ngomong apa, tanyaku. Nggak ngomong apa-apa lha wong cuma nyoba doang bisa apa nggak nya telepon ke dia.

Akhirnya dengan segenap keberanian aku telepon kantornya.

Pertama-tama yang keluar adalah bunyi dari voice recorder yang memberitahukan bahwa aku sudah tersambung dengan kantor lantai dua. Kemudian aku di suruh tekan ini dan itu. Yah begitulah pokoknya sampai aku diterima oleh seorang cewek.

"Halo selamat sore". Sapaku
"Iya selamat sore, mau bicara sama siapa?. Yang menjawab operator telepon.
"Bisa bicara dengan Elisa?". Tanyaku
"Ditunggu". Jawabnya

Kemudian suara memori telepon mendengarkan nada tunggu. Kemudian Telepon diangkat.

"Halo selamat sore". Aku mulai bicara.
"Iya selamat sore". Yang menerima suara cowok. Sepertinya sih ini atasannya dia.
"Bisa bicara dengan Elisa?". Tanyaku. Tanpa menjawab sepertinya dia meletakkan gagang telepon dan memanggila Elisa. Kemudian terdengar suara orang yang aku tunggu dari tadi.

"Halo. sore Elisa". Aku memulai pembicaraan
"Sore juga." Jawabnya
"Ini dengan siapa ya...?" dia bertanya.
"Dengan Andi di lantai satu." Jawabku
"Oh iya". Dia menjawab singkat
"Lagi sibuk nggak?". Tanyaku
"Iya nih lagi ngerjain ini". Jawabannya jadi nggak jelas.
"Oh gitu. Aduh maaf ya mengganggu". Aku jadi tidak enak mendengarnya.
"Eh iya nih aku lagi ini dulu. Tapi ada apa ya?". Dia bertanya lagi.
"Enggak ada apa-apa cuma pengen ngobrol doang. Emmm bisa tahu nomor HP kamu nggak?" Aku langsung to the point saja, habis kehilangan fokus sih soalnya kelihatannya dia gak siap menerima telepon dariku entah karena dia telepon bukan dari mejanya atau memang dia sedang tidak mau menerima tetelpon.

"Emmmm entar aja ya, aku lagi ngerjain ini dulu". Jawabnya.
"Oh gak apa-apa kalau gitu. Maaf ya udah ngeganggu".
"Makasih". Aku mengakhiri pembicaraan.
"Iya". Jawabnya dan telepon pun di tutup.

Serasa dunia mau menimpaku. Sesak sekali. Gagal nih usaha pertama. Sejuta pikiran berkecamuk dalam otakku. Badanku gemetar. Antara malu, gemas, marah, dan emosi lainnya campur aduk. Malu bagaimana kalau ketemu dia lagi. Gemas kenapa harus gagal. Marah..... mau marah sama siapa? sama dia? Itu hak dia mau ngasih nomor HP apa nggak. Terserah dong. Iya juga sih. Tapi hatiku masih dongkol nih.

Ah no matter what aku harus ketemu dia di tempat parkir. Aku harus ngomong sama dia. Aku harus menjelaskan sama dia bahwa aku tidak bermaksud apa-apa dengan menelpon dia. Aku akan meminta maaf. Ah sebodo amat kalau dia marah. Akan aku terima apa adanya.

Waktu sudah hampir jam lima sore. Saatnya untuk beraksi. Beraksi???? kayak penjahat saja. Dari dalam ruangan kantor, aku bisa melihat orang yang lalu-lalang di depan lift. Jadi aku bisa melihat apabila dia sudah keluar dari lift. Huh... waktu terasa lambat sekali. Aku sudah membulatkan hati untuk menemui dia dia tempat parkir. Pokoknya harus. Aku cowok, harus berani ambil resiko. Kalau ditolak itu sudah biasa. Dunia gak akan kiamat kalau dia nolak aku.

Tibalah saatnya. Aku lihat dia keluar dari dalam lift. Aku lihat dia bersama teman sekantornya. Terbersit sedikit keraguan dihatiku. Ah sebodo amat. Aku harus mengejar dia. Aku keluar dari dalam ruangan kantorku. Aku lihat di depan ruangan satpam tidak ada orang yang melihatku. Dengan setengah berlari aku mengejar dia.

Setelah dekat aku mulai memanggilnya.
"Elisa...". Dia masih berjalan.
"Elisa...". Akhirnya dia menoleh.
"Eh maaf ya aku tadi telepon kamu." Aku berkata
"Eh nggak apa-apa, nggap apa-apa". Dia berkata sambil tersenyum.
"Maaf ya tadi menggangu kamu". Aku berkata lagi.
"Iya nggak apa-apa, nggak apa-apa". Dia menjawab lagi sambil tetap tersenyum.

Dia menjawab sambil berjalan menuju mobilnya. Aku sebetulnya ingin terus bicara sampai dia masuk ke dalam mobilnya tapi aku urungkan niatku karena aku lihat di sekitar mobilnya banyak sopir dan kernet dari lantai dua yang sedang bercanda tawa. Wah bisa gawat kalau aku terus mengikuti dia. Aku takut kalau dia malu dilihat teman-teman sekantornya.

Akhirnya setelah berbicara begitu aku membalikkan badan dan langsung menuju ke ruangan kantorku. Aku bermaksud langsung pulang tapi aku mau lihat dulu mobilnya sudah keluar atau belum. Aku lihat mobilnya sudah keluar dan sepertinya dia sedang terburu-buru. Soalnya dari sejak aku bicara sampai aku masuk lagi waktunya tidak lama sampai mobilnya bergerak keluar.

Lega hatiku.........

Aku pikir dia akan marah-marah kepadaku. Ternyata tidak. Malah dia masih seperti biasa dengan senyumnya yang manis. Aku akhirnya bisa bernafas lega. Setelah tadinya sesak banget. Aku bisa berpikir dengan jernih lagi. Ah masih ada harapan aku pikir. Masih ada kesempatan walaupun setitik. Harus aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Elisa....Elisa.... kamu masih menjadi misteri. Misteri besar dalam hidupku. Apakah aku bisa mendapatkanmu atau tidak. Aku ingin mengetahui jawabannya. Apakah kamu bisa aku raih, bisa aku sentuh. Misteri ini mungkin akan tetap menjadi misteri jika aku tidak berusaha memecahkannya. Aku ingin memecahkan misteri ini. Aku akan memecahknannya. Waktu yang akan menjawab nya dengan usaha-usahaku untuk mendapatkannya.

Misteri ini.......

Misteri hidup.......